BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengertian
Paradigma Awalnya paradigma, berkembang dalam ilmu
pengetahuan
terutama dalam ilmu filsafat. Paradigma memiliki persamaan kata yakni
sudut
pandang, tolok ukur, dan kerangka pikiran yang mana di jadikan dasar
untuk
memecahkan suatu masalah.Secara luas, paradigma memiliki arti kata,
yakni
Pandangan
mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.Suatu asumsi –
asumsi
dasar dan asumsi – asumsi teoretis yang umum, sehingga merupakan suatu
sumber
hukum – hukum, metode, serta penerapan, dalam ilmu pengetahuan sehingga
sangat
menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paradigma
mengandung
sudut pandang yang menjelaskan sekaligus menjawab suatu permasalahan
dalam ilmu pengetahuan.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Hukum Dalam era refomasi akhir-akhir ini
seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan
suatu
keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak
mungkin
dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan
perundang-undangan. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa dalam
melakukan
reformasi tidak mungkin dilakukan secara spekulatif saja melainkan harus
memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan dalam
masalah ini nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila yang merupakan dasar cita-cita
reformasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
paradigma
2.
Aktualisasi
pancasila
dalam paradigma reformasi hokum dan ham
3.
Aktualisasi
pancasila
dalam paradigma ekonomi
4.
Aktualisasi
pancasila
dalam paradigma kesadaran bela negara
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Aktualisasi Pancasila
dalam Aspek Ekonomi
Pengaktualisasian pancasila
dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila
yang
menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social (sistem ekonomi
campuran),
bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar
rakyat bebas
dari kemiskinan, keterbelakangan, penjajahan/ketergantungan, rasa
was-was, dan
rasa diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki asset
produksi dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi
yang
penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Sehingga
perlu
pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan
berpihak pada
pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro
(UMKM).selain itu
ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat
dasar
individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain
untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyaikebutuhan
dimana
orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.
Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkanPilar Sistem Ekonomi Pancasila yang meliputi:
Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkanPilar Sistem Ekonomi Pancasila yang meliputi:
1. Ekonomika
etik dan ekonomika humanistik
2. Nasionalisme
ekonomi & demokrasi ekonomi
3. Ekonomi
berkeadilan social.
Namun pada kenyataannya,
sejak pertengahan 1997 krisis ekonomi yang menimpa Indonesia masih
terasa
hingga hari ini. Di tingkat Asia, Indonesia yang oleh sebuah studi dari
The
World Bank (1993) disebut sebagai bagian dari Asia miracle economics,
the
unbelieveble progress of development, ternyata perekonomiannya tidak
lebih dari
sekedar economic bubble, yang mudah sirna begitu diterpa badai krisis
(World
Bank, 1993).
Krisis ekonomi terbesar
sepanjang sejarah bangsa Indonesia Orde Baru dan Orde Lama yang dialami
sekarang ini telah mencuatkan tuntutan reformasi total dan mendasar
(radically). Bermula dari krisis moneter (depresi rupiah) merambah ke
lingkungan perbankan hingga ke lingkup perindustrian.
Kebijakan perekonomian
Indonesia yang diterapkan tidak membumi, hanya sebatas “membangun rumah
di atas
langit” dan akibatnya upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi
tersingkirkan. Rakyat masih terus menjadi korban kegagalan kebijakan
pemerintah.
Potret perekonomian
Indonesia semakin buram, memperhatikan kebijakan pemerintah yang selalu
“pasrah” dengan Bank Dunia atau pun International Monetary Fund (IMF)
dalam
mencari titik terang perbaikan ekonomi Indonesia. Belum lagi menumpuknya
utang
luar negeri semakin menghimpit nafas bangsa Indonesia, sampai-sampai
seorang
bayi baru lahir pun telah harus menanggung hutang tidak kurang dari 7
juta
rupiah.
Seorang pengamat Ekonomi
Indonesia, Prof. Laurence A. Manullang, mengatakan bahwa selama
bertahun-tahun
berbagai resep telah dibuat untuk menyembuhkan penyakit utang
Internasional,
tetapi hampir disepakati bahwa langkah pengobatan yang diterapkan pada
krisis
utang telah gagal. Fakta yang menyedihkan adalah Indonesia sudah
mencapai
tingkat ketergantungan (kecanduan) yang sangat tinggi terhadap utang
luar
negeri. Sampai sejauh ini belum ada resep yang manjur untuk bisa keluar
dari
belitan utang. Penyebabnya adalah berbagai hambatan yang melekat pada
praktik
yang dijalankan dalam sistem pinjaman internasional, tepatnya
negara-negara
donor (Bogdanowicz-Bindert, 1993).
Keputusan pemerintah yang
terkesan tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan untuk segera memasuki
industrialisasi dengan meninggalkan agraris, telah menciptakan masalah
baru
bagi national economic development. Bahkan menurut sebagian pakar
langkah Orde
baru dinilai sebagai langkah spekulatif seperti mengundi nasib,
pasalnya, masyarakat
Indonesia yang sejak dahulu berbasis agraris Sebagai konsekuensinya,
hasil yang
didapat, setelah 30 tahun dicekoki ideologi ‘ekonomisme’ itu justru
kualitas
hidup masyarakat Indonesia semakin merosot tajam (dekadensia).
Jika hingga saat ini
kualitas perekonomian belum menampakkan perubahan yang signifikan, tidak
menutup kemungkinan, akan mendapat pukulan mahadasyat dari arus
globalisasi.
Kekhawatiran ini muncul, karena pemerintah dalam proses pemberdayaan
masyarakat
lemah masih parsial dan cenderung dualisme, antara kemanjaan
(ketergantungan)
pemerintah kepada IMF, sementara keterbatasan akomodasi bentuk
perekonomian
masyarakat yang tersebar (diversity of economy style) di seluruh pelosok
negeri
tidak tersentuh. Hal ini juga terlihat jelas pada kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tidak proporsional, tidak mencerminkan model
perekonomian yang
telah dibangun oleh para Founding Father terdahulu. Hal ini dapat
dilihat pada
beberapa kasus, misalnya, pencabutan subsidi di tengah masyarakat yang
sedang
sulit mencari sesuap nasi, mengelabuhi masyarakat dengan raskin (beras
untuk
rakyat miskin), atau jaring pengaman sosial (JPS) lain yang selalu salah
alamat.
B. Aktualisasi Pancasila dalam Aspek
Hukum dan
HAM
1.
Pancasila sebagai Sumber dari
Segala Sumber Hukum
Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang sumber tertib hukum republik Indonesia dan tata
urut
peraturan perundang-undangan republik Indonesia, mengatakan bahwa :
pancasila
merupakan “ sumber dari segala hukum”.
Peraturan
perundang-undangan republuk Indonesia, harus bersumber dan tidak boleh
bertentangan dengan pancasila sebagai dasar negara. Bentuk-bentuk
perundang-undangan republik Indonesia menurut UUD 1945, ialah sebagai
berikut:
a.
UUD 1945
b.
Ketetapan MPR
c.
UU
d.
Peraturan pemerintah
e.
Keputusan Presiden
f.
Peraturn-peraturan
pelaksanaan lainnya seperti: Peraturan Menteri, instruksi menteri dll.
2.
Pembukaan UUD 1945
Mengandung Empat Pokok Pikiran
Pembukaan UUD 1945
mengandung empat pokok pikiran yang tidak lain merupakan itu sendiri,
yaitu
sebagai berikut:
a.
Pokok pikiran pertama
menyatakan bahwa negara persatuan adalah negara yang melindungi segenap
bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala faham
golongan
dan perorangan, mengatasi segala agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha
Esa. Pokok pikiran ini identik dengan sila ke-3 pancasila.
b.
Pokok pikirran yang
kedua menyatakan, bahwa negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat dalam rangka mewujudkan negara
yang merdeka, besatu, berdaulat, adil dan makmur.
c.
Negara berkewajiban
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi,
dan keadilan sosial. Pokok pikiran kedua ini identik dengan sila ke-5
pancasila.
d.
Pokok piran ketiga
menegaskan, bahwa negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas
kerakyatan dan
permusyawaratan/ perwakilan. Negara Indonesia berkedaulatan rakyat,
mempunyai
sistem pemerintahan demokrasi yang disebut demokrasi pencasila. Ini
merupak
perwujudan sila ke-4 pancasila.
e.
Pokok pikran keempat
menyatakan, bahwa negara berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa menurut
dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Negara Indonesia bukan negara atheis,
tetapi
bukan juga negara teokrasi. Negara Indonesia menjunjung tinggi
keberadaan semua
agama dan kepercayaan terhadap Than Yang Maha Esa. Hal ini
merupakan perwujudan sila ke-1 dan ke-2
pancasila.
3.
Hak Asasi Manusia( HAM)
Berdasarkan
UU Hak Asasi manusia yaitu UU Republik Indonesia No.39 Tahun 1999,
sebagaimana
hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-NYa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara,
hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat
dan martabat manusia. Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut
mahasiswa
sebagai kekuatan moral harus bersifat objektif, dan benar-benar
berdasarkan kebenaran
moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan
politik.
Dewasa ini kita lihat dalam menegakkan hak asasi sering kurang adil
misalnya
kasus pelanggaran beberapa orang di Timtim, banyak kekuatan yang
mendesak untuk
mengusut dan menyeret bangsa sendiri ke mahkamah internasional, namun
ribuan
rakyat kita korban kerusuhan Sambas, Sampit, Poso dan lainnya tidak ada
kelompok yang memperjuangkannya. Padahal mereka sangat menderita karena
diinjak-injak hak asasinya. Hak asasi manusia ialah hak-hak dasar
yang dimiliki pribadi manusia secara modrat.
Hak asasi manusia meliputi berbagai bidang sebagai berikut:
a.
Hak asasi pribadi, hak
kemerdekaan memeluk agama, beribadat menurut agama dan kepercayaan
masing-masing, menyataka pendapat dan kebebasan berorganisasi atau
berpartai
politik.
b.
Hak asai ekonomi atau
harta milik, yaitu hak dan kebebasan mengadakan suatu perjanjian atau
kontrak.
c.
Hak asasi mendapatkan
pengayoman dan perlakuan yang sama dalam keadilan hukum dan pemerintah.
Hak itu
disebut hak persamaan hukum.
d.
Hak asasi politik,
yaitu hak diakui dalam kedudukan sebagai warganegara yang sederajat.
Oleh
karena itu, setiap warganegara wajar mendapat hak ikut serta dalam
pemerintahan, yakni hak memilih dan dipilih, mendirikan partai politik
atau
organisasi, serta mengadakan perisi dan kritik atau saran.
e.
Hak asasi sosial dan
kebudayaan, yaitu hak kebebasan mendapat pendidikan dan hak
mengembangkan
kebudayaan yang disukai.
f.
Hak asasi perlakuan
tata cara peradilan dan perlindungan hukum, seperti hak mendapat
perlakuan yang
wajar dan adil dalam penggeledahan( razia, penangkapan, peradilan dan
pembelaan
hukum).
Aktualisasi pancasila dibidang Hukum dan HAM, terwujud
dalam pembukaan UUD 1945, tercermin atau terjabar dalam pasal-pasal
Batang
Tubuh UUD 1945 yang menyuratkan dan menyiratkan pengakuam-pengakuan akan
HAM.
Prinsip-prinsip atau
dasar-dasar pikiran tentang HAM di dalam pembukaan UUD 1945 secara garis
besar
adalah sebagai berikut:
1)
Kemerdekaan Indonesia
sesumgguhnya adalah berkay rahmat Alloh Yang Maha Kuasa. Ini adalah
prinsip menyakini
dan mengakui bahwa kemerdekaan nasional dan kemerdekaan pribadi
warganegara
Indonesia adalah anugra Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bangsa
Indonesia
dan pribadi warganegaranya berkewajiban selalu bersyukur kepada Tuhan
Yang Maha
Esa.
2)
Segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dilindung. Ini berarti
prinsip
bahwa kemerdekaan nasional mengayomi kemerdekaan warganegaranya, segenap
golongan dan lapisan masyarakat.
3)
Negara memajukan
kesejahtraan umum dan mencedaskan kehidupan bangsa. Ini berati prinsip
pengakuan dan jaminan hak-hak asasi kesejahtraan sosial dan ekonomi
serta
sosial budaya warganegara.
4)
Negara ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan
keadilan sosial. Ini berarti prinsip pengakuan hak-hak asasi manusia
atau
menghormati kemerdekaan setiap bangsa di dunia, perdamaian hidup dan
kesejahtraannya.
5)
Negara republik
Indonesia adalah negara hukum berdasarkan pancasila. Oleh karena itu,
lembaga
negara dan pemerintah Indonesia berkewajiban menegakkan hukum dan
keadilan demi
hak-hak asasi warganegara, keadilan dan kebenaran.
Penjabaran
hak asasi warganegara dan kewajibannya dalam pasal- pasal batang tubuh
UUD 1945
yang merupak pedoman dalam mengamalkan jiwa, semangat, nilai dan isi
ajaran
pancasila sebagai salah satu kesatuan yang bulat dan utuh.
Adapun
secara terperinci adalah sebaagai berikut:
a)
Pasal 30 ayat(1)
menyatakan:” Pasal 27 ayat (1) menyatakan: “ segala warganegara
bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.
Ini merupakan pangakuan dan jaminan hak kesamaan semua warganegara dalam
hukum
dan pemerintahan.
b)
Pasal 27 ayat (2)
menyatakan: “ tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”.
c)
Pasal 28 menyatakan:”
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
d)
Pasal 29 ayat ( 2)
menyatakan:” negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu”.
e)
tiap-tiap warganegara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. Pasal 30 ayat
(2)
menyatakan:” syarat-syarat tentang pembelaan negara diatur dengan
undang-undang”.
f)
Pasal 31 ayat (1)
menyatakan:” tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajaran”. Pasal 31
ayat
(2) menyatkan:” pemerintah menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional,
yang diatur dengan undang-undang”.
g)
Pasal 32 menyatakan:”
pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
h)
Pasal 33, ayat:
1)
Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan;
2)
Cabamg-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai
oleh negara;
3)
Bumi dan air serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dab
dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
i)
Pasal 34 menyatakan:”
fakir miskin dan anak yang telantar dipelihara oleh negara”.
Ini berarti pemerintah
berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar, sesuai
dengan
kemampuan dan pembiayaan yang dapat disediakannya. Semangat dan isi
pasal itu
merupakan pengalaman pancasilan terutama sila pertama, kedua, dan
ketiga.
Asas-asas yang tampak
pada jiwa dan moral pancasila dalam kehidupan antara lain adalah sebagai
berikut:
1.
Mengakui harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa;
2.
Mengaku bahwa kita
semua sama dan sederajat, mengemban kewajiban dan memiliki sesama
manusia tanpa
membedakan keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial,
warna kulit, suku, atau bangsa;
3.
Mengembangkan sikap
saling cinta sesama manusia, sikap tenggang rasa dan sikap tidak
sewenang-wenang terhadap orang lain;
4.
Selalu suka
bekerjasama, hormat menghormati dan selalu berusaha menolong sesama
manusia;
5.
Menge,bangkan sikap
berani membela kebenaran dan keadilan dan sikap jujur dan adil;
6.
Menyadari bahwa manusia
sama sederajatnya sehingga manusia Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian
seluruh umat manusia.
C.
Aktuaslisa Pancasila
dalam Aspek Kesadaran Bela Negara
Undang-undang no. 20
Tahun 1982
tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan negara republik
Indonesia.undang
–undang yang
direncang oleh departemen pertahanaan dan keamanan dan markas besar TNI
ini
merupakan kerangka yuridis dari penjabaran pancasila dan undang – undang
dasar
1945 kedalam bidang pertahanan dan keamanan.undang- undang ini mengacu
pada
pasal- pasal undang-undang dasar 1945 yaitu, pasal 5 ayat 1,pasal
10,pasal
11,pasal 12, pasal 20 ayat 1 dan pasal 30.Undang-undang
No. 2 tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata republik
Indonesia.
Berdasarkan
pasala 1 ayat (2) UU No. 1 tahun 1998, bela negara adalah tekad, sikap,
dan
tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut
yang
dilandasi oleh kecintaan pada tanaha air, kesadaran berbangsa dan
bernegara
Indonesia serta keyakinan akan kesaktian Pancasiola sebagai ideologi
negara,
dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari
luar
negeri maupun dari dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan
kedaulatan
negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, yuridiksi
nasional,
serta nilai-nilai Pancasila dan Uud 1945.
Upaya
bela negara adalah
kegiatan yang dilakukan oleh setiap warga negara sebagai penunaian hak
dan
kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahan keamanan negara. Upaya
bela
negara merupakan kehormatan yang dilakukan oleh setiap warga negara
secara adil
dan merata.Hakekat Ancaman Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
Ancaman
Dari LuarSemua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan
meningkatkan
Ketahanan Nasional melalui berbagai cara, antara lain:
Pembekalan
mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-pengaruh budaya
asing yang tidak sesuai dengan
norma-norma kehidupan bangsa Indonesia.
Upaya
peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui pemahaman dan
penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah perjuangan bangsa.
Pengawasan
yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya alam nasional serta
terciptanya
suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimate, bebas KKN, dan
consisten melaksanakan peraturan/undang-undang).
Kegiatan-kegiatan
lain yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta menanamkan
semangat juang
untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta mempertahankan
Pancasila
sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan
bernegara
Untuk
menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun kemungkinannya
relatif
sangat kecil, selain menggunakan unsur kekuatan TNI, tentu saja dapat
menggunakan unsur Rakyat Terlatih (Ratih) sesuai dengan doktrin Sistem
Pertahanan Semesta. Dengan doktrin Ketahanan Nasional itu, diharapkan
bangsa
Indonesia mampu mengidentifikasi berbagai masalah nasional termasuk
ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan terhadap keamanan negara guna
menentukan
langkah atau tindakan untuk menghadapinya.Ancaman Dari DalamAncaman yang dihadapi negara Republik
Indonesia
tampaknya akan lebih banyak muncul dari dalam negeri, antara lain dalam
bentuk:
1.
Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis
berdasarkan sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan
daerah
terhadap kebijakan pemerintah pusat.
2.
Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan
pelanggaran Hak Azasi Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan
huru-hara/kerusuhan massa.
3.
Upaya penggantian ideologi Panca Sila dengan ideologi lain
yang ekstrim atau yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan
bangsa
Indonesia.
d. Potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat dalam masalah politik, maupun akibat masalah SARA.
d. Potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat dalam masalah politik, maupun akibat masalah SARA.
4.
Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan
konstitusional.
Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara Konsep Bela Negara
Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara". Konsep Bela Negara dapat diuraikan yaitu secara fisik maupun non-fisik. Secara fisik yaitu dengan cara "memanggul bedil" menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela Negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan Bela Negara secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara".
1. Bela Negara Secara Fisik
Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara Konsep Bela Negara
Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara". Konsep Bela Negara dapat diuraikan yaitu secara fisik maupun non-fisik. Secara fisik yaitu dengan cara "memanggul bedil" menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela Negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan Bela Negara secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara".
1. Bela Negara Secara Fisik
Keterlibatan warga negara
sipil dalam upaya pertahanan negara
merupakanhak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara Republik
Indonesia. Tapi, seperti diatur dalam UU no 3 tahun 2002 dan sesuai
dengan
doktrin Sistem Pertahanan Semesta, maka pelaksanaannya dilakukan oleh
Rakyat
Terlatih (Ratih) yang terdiri dari berbagai unsur misalnya Resimen
Mahasiswa,
Perlawanan Rakyat, Pertahanan Sipil, Mitra Babinsa, OKP yang telah
mengikuti
Pendidikan Dasar Militer dan lainnya. Rakyat Terlatih mempunyai empat
fungsi
yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat dan
Perlawanan
Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya dilakukan pada masa
damai atau
pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana
unsur-unsur
Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat, sementara fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan
dalam
keadaan darurat perang di mana Rakyat Terlatih merupakan unsur bantuan
tempur
bagi pasukan reguler TNI dan terlibat langsung di medan perang.
2. Bela Negara Secara Non-Fisik
2. Bela Negara Secara Non-Fisik
Keterlibatan warga negara
sipil dalam bela negara secara
non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan
dalam
segala situasi, misalnya dengan cara:
1.
Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk
menghayati arti demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak
memaksakan kehendak
2.
Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian
yang tulus kepada masyarakat
3.
Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan
berkarya nyata (bukan retorika)
4.
Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap
hukum/undang-undang dan menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia (HAM)
5.
Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat
menangkal pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan
norma-norma
kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih bertaqwa kepada Allah swt
melalui
ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-masing.
Undang-undang
no. 20 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan
negara
republik Indonesia.
Ada
tiga hal penting dalam UU No. 20 Tahun 1982 tersebut, yaitu:
a. Perlawanan rakyat semesta
b. System pertahanan rakyat semesta
c. Pengolahan pertahanan dan keamanan
rakyat semesta
DAFTAR
PUSTAKA
Budiyono,
Kabul. 2009. Pendidikan Pancasila untuk
Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta.
Kaelan.
2010. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar